Nama : Bachtiar Septyadi
NPM : 21210287
Kelas : 2 EB 22
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi #
Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi #
HAK CIPTA
1.
Pengertian
dan Istilah
UU
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang
mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau
konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan
melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya
semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan
berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut.
Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.
Perlindungan
hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan
iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ada beberapa istilah yang sering digunakan
dalam Hak Cipta, antara lain:
Pencipta: adalah seorang
atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu
Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan: adalah hasil
setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
Hak Cipta: hak khusus
bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan ?
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemegang Hak Cipta:
adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak
tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
Pengumuman: adalah
pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu
Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain.
Perbanyakan:
adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian
yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak
sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
Lisensi: adalah izin
yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak
lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak
Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
2. Lingkup Hak Cipta
a. Ciptaan yang dilindungi
Pasal
12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan
secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
·
buku, program komputer,
pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain;
·
ceramah, kuliah,
pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
·
alat peraga yang dibuat
untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
·
lagu atau musik dengan
atau tanpa teks;
·
drama atau drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
·
seni rupa dalam segala
bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, dan seni terapan;
·
arsitektur;
·
peta;
·
seni batik;
·
fotografi;
·
sinematografi;
·
terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
b. Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai
pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk
hal-hal berikut:
·
hasil rapat terbuka
lembaga-lembaga Negara;
·
peraturan
perundang-undangan;
·
pidato kenegaraan atau
pidato pejabat Pemerintah;
·
putusan pengadilan atau
penetapan hakim; atau
·
keputusan badan
arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
3.
Bentuk
dan Lama Perlindungan
Bentuk
perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin
Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku
selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun
setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta
menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
·
program komputer;
·
sinematografi;
·
fotografi;
·
database; dan
·
karya hasil
pengalihwujudan
·
berlaku selama 50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
4.
Pelanggaran
dan Sanksi
Dengan
menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak
Cipta atas:
·
penggunaan Ciptaan
pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
·
pengambilan Ciptaan
pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam
atau di luar Pengadilan;
·
pengambilan Ciptaan
pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
·
ceramah yang
semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
·
pertunjukan atau
pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta.
·
perbanyakan suatu
Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna
keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
·
perbanyakan suatu
Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun
atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk
keperluan aktivitasnya;
·
perubahan yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur,
seperti Ciptaan bangunan;
·
pembuatan salinan cadangan
suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata
untuk digunakan sendiri.
Menurut
Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa
hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya
adalah:
·
Menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda
maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
·
Memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
5.
Pendaftaran
Hak Cipta
Perlindungan
suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk
yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk
mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang
mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor
Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan
HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).
6. Contoh
Kasus
CONTOH HAK CIPTA DALAM SENI BUDAYA BATIK INDONESIA
YANG DIKLAIM OLEH MALAYSIA
Batik
Indonesia berbeda dengan batik milik Malaysia dan China, karena negara ini
memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain,” kata Ketua Asosiasi Tenun,
Batik, dan Bordir Jawa Timur, Erwin Sosrokusumo. Menurut dia, batik asli
Indonesia bukan produksi pabrikan (printing/cap/kain bermotif batik), meski ada
pula batik cap yang juga termasuk batik khas Indonesia.
“Batik
Indonesia sebenarnya sudah dikenal bangsa lain sejak zaman Kerajaan Jenggala,
Airlangga, dan Majapahit, namun saat itu bahan utamanya didatangkan dari China.
Penyebabnya, kain sebagai bahan dasar membatik sulit diperoleh di Indonesia.
Untuk itu, batik memang harus diklaim Indonesia dan bukan negara lain yang
mengaku-aku,” katanya.
Menanggapi
pengakuan tersebut, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Jawa Timur, Arifin T. Hariadi, merasa bangga karena batik
sebagai warisan nenek moyang Indonesia bisa memperoleh pengakuan internasional.
“Kerajinan Batik Indonesia sudah sepantasnya diangkat menjadi warisan budaya
dunia. Untuk itu, bangsa Indonesia tidak perlu khwatir jika negara lain
mengakui batik menjadi miliknya,” katanya.
Menurut
dia, klaim yang dilakukan Malaysia dan China dengan alasan memproduksi batik,
tentu perlu dilihat bahwa produk itu bukan batik sebenarnya alias “printing”
(kain bermotif batik produksi pabrik). “Kami bersyukur konsep batik kita sulit
ditiru karena memiliki ciri khas tertentu, karena itu dengan adanya pengakuan
dunia itu, maka seluruh lapisan masyarakat Indonesia ke depan, khususnya Jatim,
harus lebih mencintai produk batik dan produk dalam negeri. Minimal mereka
berkenan memakai batik satu kali dalam sepekan,” katanya.
Seni
batik di Jawa Timur berkembang di kawasan pesisir, seperti halnya penyebaran
Agama Islam di ranah Jawa dengan Wali Songo-nya (lima di antaranya berada di
Jatim), semuanya berawal dari pesisir.
Di
Tuban dengan Gedog-nya, di Lamongan dengan Pacirannya, dan Surabaya dengan
batik Mangrove, Sidoarjo dikenal dengan batik Jetis serta Kenongo, di Madura
maupun Banyuwangi dengan Gajah Uling-nya, semuanya berada di wilayah Pantai
Utara (Pantura), sedangkan di Selatan berkembang Batik Baronggung di
Tulungagung
Motif
batik tulis pesisir Jatim, sarat dengan nuansa flora dan fauna maupun benda
yang memadukan budaya lokal, Islam dan Tiongkok maupun Eropa. Begitu juga
perwarnaan mengadalkan bahan-bahan alami (tumbuhan). Bila masyarakat sudah
mencintai dengan memasyarakatkan batik, kata Arifin, pertumbuhan angka
penjualan perajin batik.
Hari Batik
Terkait
ikhtiar menumbuhkan kecintaan terhadap batik itulah agaknya usul Universitas
Kristen Petra (UKP) Jawa Timur untuk menjadikan 2 Oktober – tanggal pengakuan
UNESCO terhadap batik sebagai warisan pusaka budaya dunia (world heritage) dari
Indonesia– menjadi “Hari Batik Nasional” patut didukung.
“Pengakuan
UNESCO pada tanggal 2 Oktober itu merupakan peluang untuk didorong menjadi Hari
Batik Nasional,” Hari Batik Nasional itu perlu dicanangkan untuk mengingatkan
masyarakat bahwa batik telah menjadi warisan budaya dunia dari Indonesia pada
tanggal itu. “Untuk memperingatinya, kita tidak harus mengenakan baju batik.
Namun, untuk menghargai warisan budaya itu sebaiknya kita mengenakan baju batik
pada Hari Batik Nasional.”
Ia
mengakui motif yang mirip batik juga ada di Jepang, China, India, Afrika,
Jerman, Belanda, Malaysia, dan negara lainnya. Namun, teknik pembuatan dan
budaya pertumbuhan batik di Indonesia memiliki kekhasan.
“Batik
di Indonesia merupakan teknik membuat motif kain dengan menorehkan canting
berisi lilin, sedangkan di negara lain hanya merupakan cetak atau cap (print)
bermotif batik, teknologi batik, dan sebagainya.” pertumbuhan batik di
Indonesia berkembang seiring budaya yang ada, sedangkan di negara lain lebih
bersifat industri.
“Saya
sudah mengecek kepada seorang rekan di UNESCO tentang alasan menjadikan batik
sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia, ternyata pengakuan UNESCO itu
sudah melalui riset bertahun-tahun. Batik di Indonesia ada motif dan filosofi,
bukan sekadar produksi,” katanya. Ia menegaskan, baju batik itu jangan menjadi
sebuah pemaksaan, tetapi biarkan menjadi konvensi, seperti pegawai Departemen
Dalam Negeri yang mengenakan baju batik pada hari Kamis dan Jumat, atau pegawai
dari instansi lain yang berbatik-ria pada setiap hari Jumat. Untuk itu kita
sebagai bangsa indonesia harus mencintai produk dalam negeri yang bagus ini,
seperti batik yang tidak mudah ditiru dan memiliki ciri khas tentang indonesia
itu sendiri.
7. Analisa
Semua
ide atau pemikiran yang telah tercipta menjadi sesuatu karya atau bentuk dibutuhkannya
sebuah hak cipta atau hak paten sebagai kepemilikan supaya tidak adanya
pengakuan yang terjadi dari pihak lain, apalagi karya atau bentuk tersebut
merupakan hal yang sudah membudaya di suatu daerah atau negara. Oleh karena
itu, hak – hak tersebut dibutuhkan untuk melindungi karya atau bentuk yang
telah tercipta di daerah itu supaya bisa dibudayakan, diturun temurunkan, dan dapat
menjadi cirri khas daerah tersebut.
Sumber : Wikipedia.id.com